Llihatlah di sekitar kita, dilingkungan kita sekarang ini. lihatlah bagaimana orang bersikap dan bertindak, berbeda tidak dengan beberapa tahun yang lalu? Indonesia dulu di kenal dengan negara yang aman, tentram orangnya ramah coba bandingkan dengan sekaran? masih seperti dulu kah? mungkinkah semua hasil dari paradigma yang bergeser.
Apa si paradigma? paradigma adalah diartikan sederhana adalah cara pandang, kerangka acuan atau keyakinan. dengan paradigma ini akan mempengaruhi bagaiman kita bersikap dan bertindak. kalau paradigma ini benar maka sikap kita akan baik tentunya dan kebalikannya kalau paradigma ini keliru, maka perbuatan kita pun akan menjadi tidak baik. dan kebanyakan paradigma di indonesia yang awalnya baik makin lama makin bergeser dari nilai kebaikannya, apa saja paradigma yang bergeser tersebut?
1. Lapu kuning pelan pelan
Bukan
kah dulu sewaktu sekolah di ajarkan kalau hijau jalan, kuning pelan
pelan dan merah berhenti. sekarang kita lihat di lampu merah, justru
kalau kuning malah tancap gas. alasannya kenapa coba? 'nanti keburu merah'
dan kalo merah kita berhenti, nunggu lama dah. memangnya kenapa kalau
menunggu? emang kita di kejar apa? bukannya kalau kita di jalan raya
berarti kita sudah siap dengan segala resikonya, termasuk pula macet dan
antri? lalu kenapa kita tidak mau antri? kalau memang kita dikejar
waktu ya kenapa tidak kita berangkat lebih awal.
Mungkin
dulu cuma satu dua orang yang berangapan demikian, lama lama semua
orang mengikuti dan mengangap ini mejadi kebenaran, kalo kuning tancap
gas. dan kita lihat sekarang, saat hijau sudah berganti kuning masih saja
kendaraan melaju dan tak jarang begitu merah menyala masih saja ada
yang bergerak.
2. Malu dong
Budaya
malu pun sudah mulai luntur, padahal bukankah malu itu merupakan
pakaian? yang kalau kita tanggalkan maka kita akan telanjang, dan justru
akan memalukan. Dulu kalu kita berjalan berduaan dengan wanita kita
akan malu dengan orang, kita akan malu dengan tetangga dan orang
sebelah. sekarang kita liat, orang berjalan berduaan walau mereka bukan
suami istri, bahkan lebih dari itu, mereka bergandeng tangan dan
bermesraan di jalan. lalu kemana rasa malu mereka?
Bahkan
di dunia kampus yang seharusnya tempat untuk belajar, malah jadi tempat
untuk pacaran. tak jarang aku melihat di kampus mereka jalan berdua,
bergandeng tangan walu cuma beli makan. buat apa coba? apa kalau tidak
di gandeng akan hilang? kesasar?
Kenapa tidak kita patri dalam
dalam rasa malu kita, itu akan mengendalikan diri ini dari perbuatan
yang kurang baik. ato jangan jangan kita malah menghilankannya, berusaha
menancapkan paradigma 'ah cuek aja, toh kita ga kenal' dan
akhirnya aktifitas pacaran mulai berbahaya serta tak jarang yang
berujung ke hamilan. akhirnya justru keluarga mereka di permalukan
sendiri, ato jangan jangan keluarganya sudah tidak punya rasa malu juga
yang mengangap 'hamil di luar nikah sebagai hal biasa?' sunguh memalukan.
Lihat pula tingkah laku para pejabat, dengan tanpa malu mereka melakukan hal hal yang tidak patut di contoh. Akhirnya yang terjadi adalah kebohongan untuk menutupi kesalahan yang telah di perbuatnya, kalau sudah sekali berbohong apakah sudah cukup? tidak ternyata, mereka akan terpaksa berbohong dan berbohong lagi untuk menutupi kesalahan yang pernah di perbuatnya. Kenapa kita tidak meniru jepang, walau pejabat negaranya tidak melakukan apa yang di tuduhkan, namun dengan rasa malunya mereka merasa tidak pantas dan akhirnya mengundurkan diri, menberi kesempatan orang lain yang lebih baik dalam memimpin.
Memang apa sulitnya berkata jujur, kalaupun di benci oleh rakyat itu sifatnya sementara dan pada akhirnya rakyat pun akan bisa menerimanya. daripada harus berbohong, mungkin rakyat tidak tau tapi Tuhan maha tau, apa tidak malu dengan Tuhan. Atau lebih memilih di benci Tuhan daripada di benci masyarakat? padahal kita di akhirat nanti di mintai pertangung jawaban atas apa yang kita perbuat.
Lihat pula tingkah laku para pejabat, dengan tanpa malu mereka melakukan hal hal yang tidak patut di contoh. Akhirnya yang terjadi adalah kebohongan untuk menutupi kesalahan yang telah di perbuatnya, kalau sudah sekali berbohong apakah sudah cukup? tidak ternyata, mereka akan terpaksa berbohong dan berbohong lagi untuk menutupi kesalahan yang pernah di perbuatnya. Kenapa kita tidak meniru jepang, walau pejabat negaranya tidak melakukan apa yang di tuduhkan, namun dengan rasa malunya mereka merasa tidak pantas dan akhirnya mengundurkan diri, menberi kesempatan orang lain yang lebih baik dalam memimpin.
Memang apa sulitnya berkata jujur, kalaupun di benci oleh rakyat itu sifatnya sementara dan pada akhirnya rakyat pun akan bisa menerimanya. daripada harus berbohong, mungkin rakyat tidak tau tapi Tuhan maha tau, apa tidak malu dengan Tuhan. Atau lebih memilih di benci Tuhan daripada di benci masyarakat? padahal kita di akhirat nanti di mintai pertangung jawaban atas apa yang kita perbuat.
3. Dahulukan wanita
Dimana
kita melihat ini? kita melihatnya di trans jakarta dan KRL, bahkan di
tempat tempat umum juga banyak terjadi. Mereka berebut masuk bahkan
saling dorong, tak peduli itu pria ataupun wanita dan tak jarang terjadi
pelecehan. Saya tak tau letak kesalahan nya darimana dan dimana. Tapi
paling tidak rasa menghargai kita terhadap wanita semakin berkurang.
Kita
lihat di KRL misalnya, ada wanita tua yang berdiri sedangkan orang enak
enakan duduk di bangkunya, bahkan sampai tertidur. kadang sampai di
ingatkan orang untuk meyerahkan bangkunya. dimana rasa hormat kita
terhadap wanita? kenapa tidak kita berikan tempat duduk itu terhadap
wanita yang paruh baya, bukankah kita akan di balas dengan apa perbuatan
kita. Kalau kita berbuat baik maka orang pun akan berbuat baik terhadap
ibu, istri atau saudara kita dimana kita tidak bisa selalu di
hadapanya.
Dan untuk para wanita, sebaiknya pun sedikit menghargai pria, karena tak jarang aku temui wanita yang masih sehat bugar justru meminta belas kasihan dan ketika datang yang lebih tua justru ia malah enak enakan.Bbukan begitu?
4. Antri dong
Nah budaya antri pun sudah bergeser, sekarang paradigma yang digunakan justru 'kalau kita ga nyerobot, kita akan di serobot'
dan kita lihat, kemacetan terjadi dimana mana. Ketika kita membawa
kendaraan dan ada kendaraan lain yang ingin meyebrang kita malah tancap
gas, bukannya memberi ruang malah mengambil ruang, akhirnya macetlah
yang timbul. Kenapa tidak kita berikan sedikit waktu kita untuknya,
memangnya kita mau kemana buru buru?
Seharusnya
kita berpikiran jauh ke depan, kita harus menyadari tindakan kita
mungkin akan menimbulkan kemacetan tau ketidak aturan. Atau jangan
jangan kita sudah tidak punya rasa malu sehingga tidak memikirkan hal
itu?
Kalau
ada antrian kendaraan ketika macet, kemudian kita menyerobot maka di
belakang kita pun akan ikut. dan akhirnya mobil yang dari arah
sebaliknya tidak akan bisa jalan, alhasil semakin macet. Bukankah ketika
kita nyerobot antrian tiket atau apapun maka di belakang akan ikut dan
barisan akan menjadi kacau, hasilnya rusuh dah. jadi masih mau nyerobot?
5. Jalan lewat kiri
Jalan lewat kiri termasuk paradigma yang bergeser selanjutnya, dimana hal ini sudah tidak dijadikan lagi sebagai pedoman. Orang asal jalan aja yang penting sampai tujuan. kalau sekedar jalan kaki si ga masalah, nah kalau bawa kendaraan? lagi lagi akan menimbulkan kemacetan, sebab apa? kaget kita sebagai orang yang berjalan di arah yang benar tau tau ada motor dari arah sebaliknya, mungkin mereka minggir, tapi kan kita jadi terhambat. Apa si yang ada di pikiran mereka untuk melawan arah, ga mau susah?
Dulu awalnya hanya satu dua orang, lama lama ko jadi sering saya menemukan hal itu di jalan. Yang jelas bikin keki aj, tau tau nyelonong aja dari arah sebaliknya. Dewasa ini saya perhatikan bayak yang punya motor tapi bayak yang ga tau aturan, hannya modal bisa naik motor aja. Al-hasil jadi merugikan orang lain.
6. Lama lama menjadi bukit
Sekarang
ini, orang cenderung instan. ga mau repot repot seolah pepatah 'sedikit
demi sedikit lama lama menjadi bukit' sudah tergantikan dengan 'gitu aja ko repot.'
Gusdur sendiri mengunakan istilah itu untuk memotong cara pikir orang
yang terlalu panjang, kalau kita mamakai istiah itu untuk memotong
proses yang panjang.
Mau
kaya, orang malas berusaha akhirnya korap sana korup sini jadinya
korupsi. Orang mau kerja enak sogak sana sogok sini asal bisa masuk.
Orang biar bisa lancar bayar sana bayar sini. Sebenarnya letak
kesalahannya pada birokrasinya atau paradigma orangnya? kalau birokrasi
yang lelet, memang sudah mejadi rahasia umum. Namun sesuatu yang di
bangun instan, hasilnyapun akan instan, cepat datang cepat pula pergi.
Kalau kita ingin suatu yang besar, kita harus mulai membangun dari yang
kecil, sedikit demi sedikit. kita lihat borobudur yang begitu besar, ia
tidak di buat dalam sehari!
7. Buanglah sampah pada tempatnya
Kenapa
dengan buanglah sampah pada tempatnya? yang salah tentu pradigma yang
telah bergeser. apa maksudnya? kalau dulu kita buang sampah pada tempat
sampah. kalau sekarang kita buang sampah pada tempatnya, tempat dimana ada sampah. Asal di sana ada sampah, walau bukan tampat sampah kita main buang
saja, akhinya ia jadi penuh juga dan alhasil sampah dimana mana.
Bukannya kita
mengurangi, eh kita malah menambahkannya. maka tak heran kalau sampah
dimana mana ya itu akibat dari ulah kita juga. Jadi sampai kapan
paradigma ini akan bergerser dan terus bergeser, mungkin paradigma yang
lainpun akan banyak yang bergeser lagi dan ga menutup kemungkinan suatu
saat yang benar justru di angap salah.